Minahasa Utara, www.inspirasikawanua.com — Dugaan praktik pungutan liar mencuat dalam pelaksanaan program revitalisasi 17 sekolah di Kabupaten Minahasa Utara (Minut). Total anggaran proyek mencapai Rp11.837.862.598. Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, sejumlah kepala sekolah penerima bantuan anggaran diduga diminta menyetor “jatah 10 persen” oleh sosok yang disebut “Opung” alias Ketua Kelas — yang diduga merupakan perpanjangan tangan oknum pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Minut.
Kabar soal minta jatah dari anggaran itu mulai muncul setelah beberapa kepala sekolah penerima bantuan mengaku dimintai porsi dari pagu masing‑masing sekolah. Jika benar, pemotongan tersebut berpotensi mengurangi dana untuk perbaikan fasilitas belajar yang semestinya dinikmati langsung oleh siswa.
Berikut daftar 17 sekolah penerima beserta pagu anggaran yang diterima:
SD Negeri Kecil Mapanget – Rp 557.312.579
SD GMIM 72 Werot – Rp 557.312.576
SD Negeri Kalinaun – Rp 870.152.086
SD Inpres Karegesan – Rp 151.062.257
SD Negeri 3 Airmadidi – Rp 830.109.334
SD Inpres Tatelu Rondor – Rp 744.517.286
SD Negeri 12/79 Nain – Rp 777.919.238
SD Negeri Kecil Ponto – Rp 380.418.153
SD Inpres Klabat – Rp 926.934.000
SD Negeri 2 Airmadidi – Rp 435.774.982
SMP Negeri 2 Kauditan – Rp 767.000.000
SMP Negeri 2 Talawaan – Rp 1.014.987.000
SMP Negeri 2 Likupang Selatan – Rp 90.000.000
SMP Negeri 3 Airmadidi – Rp 883.363.107
SMP Negeri 6 Likupang Barat – Rp 1.211.000.000
SMP Negeri 4 Satu Atap Likupang Barat – Rp 939.000.000
SMP Muhammadiyah Nain – Rp 701.000.000
Dalam perkembangan terkait pemberitaan ini, seorang oknum kontraktor yang kerap dipanggil “Bos Er” mengontak wartawan media ini melalui pesan WhatsApp dan meminta agar berita mengenai dugaan fee proyek revitalisasi dihapus (take down).
Menurut oknum tersebut, ia adalah pihak yang berada di proyek. Ketika wartawan media ini menolak menghapus pemberitaan, oknum kontraktor itu diduga mengirim pesan bernada ancaman.
Isi pesan WhatsApp yang diterima wartawan media ini adalah sebagai berikut:
“Hapus tu berita, mintol ne jos.
Nanti tong bkudpa.
Hapus jo !!.
Mintol no.
Ng dong da bayar brp qt bole le.
Torang ba Tamang.
Kita yg di proyek itu.
Jgn baku saki kwa cuma karena 1, 2 orang pe mslah pribadi dgn dia.
Ok Jos hantam terus.
Mar awas ng nda bisa buktikan ne.
Qt bale cari pa ng dgn dorang,”
Redaksi menegaskan bahwa dalam pemberitaan sebelumnya media ini tidak pernah menyebut nama oknum kontraktor yang akan mengerjakan proyek revitalisasi senilai sekitar Rp11,8 miliar tersebut.
Kasus ini mengandung dua dimensi penting: dugaan pemotongan anggaran bantuan negara/daerah yang ditujukan untuk sekolah, serta intimidasi terhadap pekerja pers yang sedang menjalankan tugas peliputan.
Kedua hal tersebut berpotensi melanggar hukum — baik ketentuan anti‑korupsi/pungli maupun ketentuan perlindungan terhadap kebebasan pers.
Sementara itu pihak APH diminta agar melakukan penyelidikan atas dugaan pemotongan 10 persen dari pagu anggaran revitalisasi 17 sekolah tersebut.
Hingga saat ini, informasi yang dimuat dalam berita ini didasarkan pada data pagu anggaran yang diterima redaksi dan pesan WhatsApp yang dikirim oleh oknum kontraktor sebagaimana dikutip di atas. (Josua)