Jangan “Mager”, Marijo Pi Pasar

oleh

Manado, Inspirasikawanua.com – Pengamat ekonomi, Gerdi Worang dalam catatannya menulis model berbelanja online di era digital yang kita alami saat ini tidak mengurangi minat orang belanja ke pasar tradisional.

Menurut Worang, hal ini dikarenakan manusia perlu bergerak dan berkomunikasi. Coba bayangkan saja anda tidak berbicara atau berjalan untuk satu hari, mampu tidak? Kecuali anda dianjurkan dokter untuk ‘bed rest total”.

Pasar tradisional merupakan tempat jual beli. Pertemuan antara penjual dan pembeli. Di pasar, pembeli bisa ber-interaksi menawar harga barang.

Berbeda dengan di pasar modern seperti mini market atau super market, tidak ada tawar menawar. Komunikasi hanya sedikit dengan pegawai terbatas menanyakan, “ dimana letak sabun?”.

Pembeli hanya membaca label harga yang menempel di barang. Keuntungan lain di pasar, pembeli dan penjual bisa “bakusedu” bahkan “curhat”, berbeda halnya dengan di supermarket yang “lack of communication”.

Baca juga:  Butuh Penyegaran, Panitia Penjaringan Dan Penyaringan Perangkat Desa Kaleosan Dilantik

Padahal manusia makhluk sosial perlu bersosialiasi, oleh karena itu kehadiran pasar tradisional diperlukan bukan hanya tempat berbelanja tapi juga untuk hal kejiwaan warga.

Diluar negeri, misalnya seperti Victoria Market di Melbourne, adalah pasar tradisional yang menjadi kunjungan turis mulai dari membeli hot dog sampai souvenir.

Salah satu pasar tradisional yang sudah diketahui banyak orang adalah pasar Tomohon.

Pasar ini sering disebut pasar extreme karena menjual berbagai daging hewan yang jarang ditemui dipasar lain di Nusantara Misalnya: kelelawar, anjing, macam-macam ular, tikus, dan lain-lain.

Jenis daging tertentu seperti ini selain susah ditemui dipasar diluar negeri, juga dilarang. Misalnya anjing, jangankan dijual, melempar batu pada anjing pun ada hukumannya di Australia.

Bagi pengurus atau manajemen pasar yang ada di Sulut diberikan mandat oleh pemegang saham untuk menjadikan pasar tradisional sebagai “best place” untuk belanja kebutuhan.

Baca juga:  Lanjutkan Kepemimpinan di Sulut, Gubernur Olly Komit Terus Hadirkan Pemerintah di Tengah Masyarakat

Ada beberapa hal yg harus dibenahi:
Pertama, perbaikan citra (branding). Stigma pasar becek, kotor dan jorok menjadi tugas utama manajemen utk menangani masalah ini. Caranya sering-sering belanja ke pasar agar bisa merasakan apa yg pengunjung rasakan (empathy).

Kedua, Tata Kelola Pasar, berupa transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan yang berkualitas agar PAD dari pasar meningkat bukan hutang yg membengkak.

Ketiga, tanggung jawab kepada komunitas dimana lokasi pasar berada, Misalnya, memberikan prioritas bagi penduduk sekitarnya untuk menjadi partner berusaha. Karena penduduk sekitar yang merasakan hiruk pikuk pasar.

Keempat, program digitalisasi. membekali setiap mitra/vendor dipasar agar mempunyai akses untuk jualan secara online.

Pembenahan tersebut untuk mencegah praktek mafia pasar agar kestabilan harga sembako bisa terjaga.

Catatan: Frederik G. Worang

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *